Yummy Cupcake

Sabtu, 09 Juni 2012

Suta Unu - Tamak Mas



Suta Unu , yang dilahirkan dengan nama Abu adalah putera asli Dayak Maanyan.  Pada masa penjajahan, Suta Unu merupakan salah satu pelaku sejarah khususnya untuk suku Dayak Paju Epat dan Dayak Maanyan.

Meski bukan raja dan bukan pula pengkhianat, ia adalah seorang “ Pemimpin Suku Dayak Maanyan “. Beliau adalah satu – satunya pemimpin yang mampu mempersatukan Suku Dayak Maanyan , terhadap berbagai kesulitan hidup akibat di tindas oleh Kerajaan Banjar yang dianggap terlalu mengedepankan ekspansi kerajaan Islam pada saat itu. Padahal, dikalangan Suku Maanyan, sebelumnya tidak pernah terjadi perselisihan dan eksploitasi masalah perbedaan agama atau kepercayaan. Justru budaya dari luarlah yang mengubah perilaku suku – suku di Kalimantan.

Rumah Suta Unu

Sejak dahulu, kerukunan antar – agama Kaharingan dan Islam berlangsung dengan sangat damai. Mereka mampu hidup secara berdampingan dan bekerja sama. Namun oleh karena kekuasaan dan kepentingan politik, kedamaian ini seringkali dirobek. Khususnya semasa Perang Banjar ( 1859 – 1905 ), di mana Kerajaan Banjar berkeinginan kuat untuk memperluas wilayah kekuasaannya.

Dari perluasan wilayah itulah, maka wilayah – wilayah yang dikuasainya harus membayar pajak. Jelas, ini sangat memberatkan bagi rakyat kecil . Sebagai seorang yang memiliki darah pemimpin, Suta Unu lantas tampil mempersatukan Suku Dayak Maanyan.

Oleh karena keberanian, kejujuran,dan sifat kepemimpinannya yang sangat menonjol, pada usia relatif muda, yaitu 27 tahu, Suta Unu diangkat langsung oleh Kerajaan Hindia Belanda sebagai pemimpin yang diwilayahnya disebut District Van Osst atau Dusun Timur.
Walaupun Suta Unu masih belum diakui sebagai pahlawan nasional, namun paling tidak sejarah mencatat bahwa Suta Unu termasuk seorang pahlawan pemberani dan mendapat penghargaan Bintang Satria dari pemerintah Belanda.



Karena kedekatannya dengan Kolonial Belanda itulah, ada pula yang menyebut Suta Unu sebagai seorang pengkhianat. Entahlah, itu tergatung darimana sudut pandang kita. Jika dari sisi Kerajaan Banjar, mungkin beliau dicap pengkhianat karena tidak tunduk lagi pada hegemoni kekuasaan Kerajaan Banjar. Tetapi, jika dari sudut pandang suku – suku di wilayah District Van Osst Dusun Timur, Suta Unu adalah pemersatu.

Namun, terlepas dari semua perdebatan, tentang apa dan siapa Suta Unu sebenarnya, saat ini makam Suta Unu menjadi salah satu objek wisata. Makam Suta Unu atau yang lebih di kenal sebagai Tamak Mas di kalangan masyarakat, terdapat di Kalimantan Tengah, tepatnya di Desa Telang, Kecamatan Paju Epat, 21 KM dari ibukota Kabupaten Barito Timur.






Makam Suta Unu, salah satu tujuan wisata sejarah dan mitos dari Kabupaten Barito Timur, adalah objek wisata yang potensial. Namun, adanya perhatian, perbaikan serta pengelolaan sangat diperlukan untuk Makam ini. Karena, apabila Makam ini dikelola dengan baik, maka akan menjadi suatu Objek Wisata yang memiliki daya tarik dan dapat memberikan prospek yang menjanjikan pada pasar pariwisata dikemudian hari.


Sumber : Menjelajah Eksotisme dan Keajaiban Alam Barito Timur.

Kabupaten Barito Timur Akan Memiliki Objek Wisata Baru

Pada tanggal 5 Januari 2011 Pemerintah Daerah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten BaritoTimur bekerja sama dengan CV. Egov Karsa Mandiri Yogyakarta mengadakan seminar laporan akhir Rencana Induk Pengembangan Obyek Wisata Danau Tangkaha Magantis yang dihadiri oleh Bupati, wakil bupati, Ketua DPRD dan seluruh pimpinan SKPD dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Timur.  Pembangunan pariwisata yang demikian diharapkan akan bermuara pada peningkatan taraf hidup masyarakat, karena bagaimanapun sumberdaya  wisata : baik alam, budaya maupun buatan yang terdapat di tanah air merupakan potensi yang seharusnya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat dan bangsa Indonesia. dikutip dari (http://e-govtc.co.id/news/read/59-kabup..)

OBJEK WISATA DANAU MAGANTIS

Saat ini, rencana pembuatan objek wisata ini pun telah diiklankan ( KABUPATEN BARITO TIMUR AKAN MEMILIKI OBYEK WISATA BARU ). Sebagai Duta Pariwisata Kabupaten Barito Timur, saya sangat mendukung pembuatan obyek wisata ini, sebab selain sebagai wahana rekreasi dan hiburan, Objek wisata ini dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat setempat, dengan meningkatnya kesempatan kerja dan perkembangan usaha kecil.

Sumber : https://briyudistira.wordpress.com

Jumat, 08 Juni 2012

Orang Merina Madagaskar di Afrika Berasal dari Suku Dayak atau Bugis


Menarik untuk disimak bila orang Merina di Madagaskar yang terletak di lepas pantai Afrika Timur sebenarnya berasal dari suku Konjo, anak suku Bugis di Sulsel atau berasal dari suku Dayak di Kalimantan Tenggara. Tulisan di Suara Pembaruan terbitan 4 Agustus 1991 lalu yang mengungkapkan masalah tersebut patut dijadikan bahan renungan sejarah.
Prof. TA Razanadriaka seorang intelektual Merina datang ke Indonesia tahun 1989 yang lalu, dan telah mengadakan temu muka dengan orang Dayak Maanyan di Barito Timur, Kalteng.
Ia berpendapat semua unsur-unsur Melayu yang terdapat di Madagaskar, menurun dari penduduk asli di daerah Kalimantan tenggara sekarang. Mereka mungkin sampai dibagian barat Samudera Indonesia di sekitar permulaan tahun Masehi. Sedangkan pelau-pelaut Melayu seudah lama bergaul di bagian utara samudera tersebut.
Waktu itu pulau Madagaskar belum dihuni oleh manusia dan penduduk di pantai Afrika bagian timur masih sama dengan Khoi-san di Afrika Selatan sekarang yang sangat berbeda dari orang Negro Bantu sebenarnya.
Berkat penyebaran tumbuh-tumbuhan dari Asia Tenggara seperti pisang, mangga, kelapa, keladi dan terutama ubi asli menjadi makanan pokok.
Orang Bantu yang berasal dari Afrika bagian barat cepat berkembang dan berhasil mencapai pantai timur benua tersebut pada abad-abad pertama sesudah masehi. Mengenai sejarah orang Nusantara sapai abad ke-10 masih gelap bagi kita.
Bagaimana hubungan antara orang Madagaskar dan orang Melayu selama periode itu? Apakah masih terus ada hubungan antara orang Madagaskar dan daerah leluhur mereka di Indonesia? Sampai kapan? Sayang sekali data yang bisa terdapat di Madagaskar sampai kini belum ada.
"jadi menurut saya, tidak perlu kita menduga bahwa komposisi ethnis orang Merina (dan begitu pada pokoknya warisan Nusantara lain yang terdapat di seluruh Madagaskar) mengandung unsur-unsur dari berbagai daerah di Indonesia" kata Prof. Razanadriaka.
Nenek moyang mereka mungkin berasal dari Kalimantan Tenggara saja dan beberapa campuran dengan suku-suku pelaut Nusantara lain seperti Bajau, Bugis, atau Jawa.
"Di daerah pantai Kalimantan Tenggara pada zaman sekarang, komposisi ethnis penduduk tidak berbeda. Justru, mengenai hal itu menurut kesan saya, rupa luar orang Merina tidak dapat dibedakan dengan rupa orang Banjar atau Bugis' ujar Prof. Razanadriaka.
Orang Merina dapat dibenarkan berasal dari Indonesia oleh kata dasar bahasa mereka 45% sama dengan kata dasar bahasa Dayak Maanyan. Tetapi mereka juga juga sama seperti orang Bugis karena berani mengarungi lautan luas. Mungkin sewaktu orang dayak masih sebagai bangsa bahari pernah bersahabat dengan pelaut-pelaut Bugis dan Bajau karena budaya kedua suku tersebut ada persamaannya dengan budaya suku Dayak Maanyan. Misalnya ada sepak takrau, memberi sesajen kepada para roh leluhur atau dewa dengan beberapa kepalan nasi dilengkapi dengan lauk-pauk serta ilmu mistik untuk menentukan mujur atau tidaknya suatu perjalanan atau keberuntungan yang masih terdapat pada suku Dayak Maanyan yang beragama Hindu Kaharingan disebut dengan bilangan Bajau.
Sisa-sisa jiwa bahari orang Dayak Maanyan sebagai salah satu unsur suku Banjar masih terdapat pada perahu-perahu atau kapal yang melayari sungai Barito dan Tabalong sesudah mereka mundur sejak pertengahan abad ke-14.
Pusat Pembuatan perahu atau kapal sungai itu terdapat di desa Negara, Kecamatan Daha Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan Propinsi Kalsel.

Agama Hindu
Suku Dayak Maanyan saat ini terpusat di daerah Barito Timur Kalteng dan sebagian masih menganut Agama Hindu Kaharingan sebagai bagian dari Hindu Dharma.
Agama Hindu Dharma yang dianut oleh suku Dayak maanyan terdiri atas dua golongan, yaitu yang membakar sisa tulang belulang setelah lebih dahulu ditanam disebut ijambe. Lokasi tempat mereka terdapat di desa Siong, Telang, Murutowo dan Balawa dengan jumlah pengikut sekitar 5.000 orang.
Golongan kedua cukup hanya dengan mengadakan pemakaman biasa, tetapi diikuti oleh upacara kematian yang disebut Pakan-Hanrueh, Miya dan Ngadaton dengan jumlah penganut sekitar 15.000 orang. Meskipunmereka beragama hindu, tetapi cara berpakaian sama dengan orang-orang Melayu.
Yang laki-laki memakai celana, kadang-kadang bersarung, memakai peci hitam dan baju biasa. yang perempuan memakai kain, baju kebaya dan tutup kepaladari kain panjang disebut tatopong. Kehidupan sehari-hari mereka sama dengan warga lain yang beragama Islam maupun Kristen.
Suku Dayak Maanyan yang menganut agama Kristen sudah tidak lagi memakai tat cara adat sebagaimana dalam Hindu Dharma, karena mereka sudah memakai kaidah agama tersebut dalam melakukan ibadahnya. Perbedaan baru kelihatan dalam upacara adat, antara lain, Ijambe, Bontang dan Mubur-Walenon.
Penganut Hindu Dharma membakar tulang belulang dalam upacara Ijambe yang diharuskan oleh agama. Mereka percaya roh orang yang telah meninggal dianggap masih belum sempurna untuk masuk surga, kalau tulang-belulangnya belum disucikan dengan mengadakan upacara Ijambe.
Peristiwa langka pernah terjadi pada pertengahan abad ke -17, sewaktu Ijambe di desa Balawa. Dua buah tengkorak suami-isteri yang sedang dibakar ditempat pembakaran yang disebut Papuyan terlempat keluar. Setelah dimasukkan kembali pada nyala api hingga tujuh kali, namun tengkorak itu selalu terlempar keluar. Maka kedua tengkorak itu disimpan sebagai benda keramat dan menjadi Nanyu Saniyang adalah roh pelindung warga desa dari serangan musuh, wabah penyakit dan lain-lain.
Kedua tengkorak yang menjadi Nanyu Saniyang itu dari Datu Janggot Mariang dan isteri disimpan di desa Ipo-Mea 24 km dari Tamiang Layang di Barito Timur.
Adik Datu Janggot Mariang berkuasa di daerah lain dan sampai meninggal tetap memakai sanggul. ia dimakamkan dengan cara Islam di desa Tatakan, 15 km sebelum kota Rantau Kalsel. Nama Datu Sanggul diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit di kota Rantau.

Mimpi
Karena tidak diadakan pembakaran tulang belulang pada penganut Hindu Kaharingan di daerah Kampung Sepuluh dan Banua Lima, maka kalau ada roh yang turun menjadi Nanyu Saniyang katanya datang lewat mimpi. Kalau turun ke dalam rumah akan berwujud batu sebesar bola tennis dan biasanya terdapat dalam guci tempat penyimpanan beras dan lalu dinamakan Nanyu Pangintuhu.
Dan kalau turun di pohon kayu disebut Nanyu Panungkolan. Penganut Hindu Kaharingan di daerah Kampung Sepuluh dan Banua Lima menganggap tempat roh di surga terdiri dari tiga bagian. kalau diadakan upacara kematian Pakan-Hanrueh, maka roh yang bersangkutan akan menempati daerah pinggiran, Miya akan menempati daerah tengah dan Ngadaton akan menempati pusat surga dimana rumahnya bertirai emas dan berlian.
Pesta adat Bontang mempunyai dua tujuan.
Pertama, untuk mensucikan roh yang akan masuk surga, setelah tiga tahun berturut-turut diberi sesajen yang disebut Nuang-Panok.
Upacara Bontang cukup satu malam dengan mengorbankan beberapa ekor ayam dan disebut Bontang Siwah. Bisa juga sampai tiga malam berturut-turut, namun hewan korban ditambah dengan seekor kambing. bila pihak keluarga menghendaki dibuat Belontang, hewan korban selain ayam dan kambing juga ditambah dengan seekor kerbau.
Belontang merupakan simbul si mati yang terbuat dari kayu besi. Pesta dilaksanakan selama lima hari berturut-turut dan sebagi puncak acara ketika menumbak kerbau yang diikat dengan tali rotan di Belontang.
Selain Belontang dibuat juga Lewu-Hiyang, tempat menaruh sesajen kepada para roh leluhur yang turun dari surga sewaktu diadakan pesta adat itu. kedua patung tadi menghadap ke barat untuk tanda bahwa pesta adat Bontang dilaksanakan untuk mensucikan roh orang yang meninggal.
Kedua, pesta Bontang untuk syukuran yang diadakan oleh seorang atau beberapa warga desa yang merasa hasil panennya melimpah.
kalau dilaksanakan sampai lima hari berturut-turut, maka upacara Belontang dan Lewu-Hiyang menghadap ke timur, sebagai tanda bahwa pesta adat itu khusus untuk syukuran.
selain upacara Ijambe dan Bontang ada lagi upacara adat untuk memandikan anak pertama kali di sungai setelah berusia satu tahun, yang disebut Mubur-Walenon. Upacara ini dimaksudkan agar Dewa Air yang dinamakan Jiwata jangan mengganggu anak itu bila sudah besar nanti, karena sudah diberi ganti jiwa anak itu dengan sesajen sewaktu diadakan pesta adat Mubur-Walenon.
Bagaimanapun aneka macam upacara keagamaan dan pesta adat dikalangan penganut Hindu Dharma, tetapi semua itu merupakan warna-warni kerukunan beragama di negara Pancasila ini.

Sumber : bahasamaanyan.blogspot.com
 

My Acta Diurna Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez