SAMPANG DAN TRADISI PERLAWANAN
Oleh : Anwar Hudijono
Acap kali mendengar daerah Sampang
(Madura), orang luar mengasosiasikan dengan sosok masyarakat yang sifatnya kaku
dan keras. Masyarakat yang hidup di daerah tandus, berbukit-bukit, dalam deraan
dan memiliki tradisi heroik melakukan perlawanan terhadap kezaliman penguasa.
Seperti yang terjadi pada tahun
1993. Ketika petani miskin mempertahankan martabat dan hak-hak mereka atas
tanah yang akan dijadikan waduk. Peristiwa ini kemudian menyejarah dengan
sebutan Tragedi Nipah. Bukan itu saja, pada tahun 1997 masyarakat bergolak
menentang hasil pemilihan umum karena dinilai tidak adil, penuh kecurangan dan
rekayasa untuk memenangkan partainya penguasa, Golkar. Peristiwa ini dicatat
sebagai cikal bakal penting perjuangan demokrasi di Indonesia. Sampang yang
memberi ilham masyarakat lain bahwa kalau membangun demokrasi, jangan cuma
bicara teori tetapi harus melalui action
melawan rezim otoritarian.
Perlawanan merupakan ornamen
kultural Sampang. Sampai rezim Orde Baru runtuh, Sampang merupakan daerah yang
sulit “ditaklukkan”. Lihat saja proyek Waduk Nipah yang gagal. Kenapa
masyarakat mampu melawan begitu alot dengan stamina tinggi, termasuk terhadap
proses politik birokratisasi Orde Baru di mana negara hendak mengusai seluruh
aspek kehidupan masyarakat ? Bisa jadi karena mereka mewarisi tradisi
perlawanan yang terbentuk melalui perjalanan sejarah yang panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar