TERJADINYA PEMUSATAN KEKUASAAN
Catatan untuk Bachrun Martosukarto
Oleh : Sulardi
Harian Republika pada hari Jum’at 24 April 1998
menurunkan tulisan Saudara Bachrun Martosukarto (SBM) berjudul Upaya
Menghindari Pemusatan Kekuasaan dapat membuat pendapat, bahwa perjalanan Negara
bangsa ini mengarah pada suatu Negara otoriter dengan pemusatan kekuasaan pada
Presiden. Namun dari tulisan itu dirasakan ada lubang yang perlu ditambal agar
ada kejelasan terjadinya pemusatan kekuasaan yang selama ini terjadi di
Indonesia. Sementara itu pada bagian akhir SBM memberikan jalan keluar dari
pemusatan kekuasaan yang kini terjadi dengan menganjurkan agar lembaga-lembaga
tertinggi dan tinggi Negara harus diletakkan dalam proposisi yang sebenarnya,
atau memerankan lembaga-lembaga Negara seperti yang di amanatkan UUD 1945.
Anjuran tersebut tepat tetapi tidak tuntas.
Tulisan ini bermaksud menutupi
lubang pada artikel tersebut. Bahwa setelah 53 tahun Indonesia merdeka bangsa
ini masih terengah-engah untuk
menciptakan bangunan hukum yang kokoh
dan demokratis-terbukti dengan belum terciptanya suasana yang
demokratis-sesungguhnya karena tidak adanya keseimbangan kekuasaan antara
Presiden dan DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Terjadinya pemusatan
kekuasaan berpangkal pada demokratis yang tidak berjalan. Hal ini terlihat
jelas dalam penyusutan peraturan perundangan yang cendrung mengarah pada
semakin besarnya kekuasaan Presiden. Penyimpangan konstitusi pada masa ini
berakhir dengan ditumpasnya G30S/PKI yang sejak itu tatanan Negara berada di
bawah panji Orde Baru yang akan melaksanakan UUD secara murni dan konsekuen.
Situasi kedua adalah telah terjadi
penafsiran secara tidak benar pada kata “mandataris” sebagai atribut yang
menyertai jabatan presiden yang terdapat dalam penjelasan UUD yang menyatakan
bahwa presiden adalah “mandataris” MPR. Sayangnya dalam perkembangannya kata
“mandataris” tidak lagi diapit oleh tanda kutip yang menjadi kekacauan dari
arti kata “mandataris”. Kondisi tersebut diperparah dengan komposisi DPR yang
tidak mencerminkan struktur masyarakatnya.
Ternyata
situasi yang berkembang semakin mengarah pada kondisi bahwa terciptanya UU
dilakukan tidak secara demokratis, bahkan cenderung ditentukan oleh presiden
yang akhirnya menjurus pada pemusatan kekuasaan. Dengan demikian, maka perlu
dipikirkan langkah keluar dari pemusatan kekuasaan yang kini terjadi. Adapun
jalan keluar yang bisa dilakukan dengan melakukan Reformasi Politik. Untuk itu,
sangat tepat usulan yang kini sering didengungkan, yakni gagasan dicabutnya
paket undang-undang politik yang isinya menghambat jalannya demokratisasi dan
cenderung memunculkan pemerintahan yang terpusat pada presiden.
Jadi,
problem ini hanya bisa diatasi bila ada kehendak dari pemegang kekuasaan untuk
melakukan perubahan. Mudah-mudahan tulisan ini bisa untuk menambal lubang pada
tulisan SBM. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar