Yummy Cupcake

Sabtu, 09 Maret 2013

Resume Sosiologi Umum TPB : LSM DAN NEGARA


LSM DAN NEGARA
Oleh : Philip Eldridge

            Pertama-tama, penting untuk menawarkan justifikasi prima facie guna menunjukkan bahwa LSM memang memiliki signifikasi politik. Selama ini, hampir semua LSM cenderung mengadopsi profil yang menekankan karakter non-politik seperti yang dapat dilihat pada langkah politik bijaksana dalam konteks Indonesia. Pada pemikiran politik Barat, paling tidak, politik berkaitan sepenuhnya dengan negara.
            Dampak aktivitas-aktivitas LSM terhadap perimbangan kekuatan keseluruhan antara kelompok-kelompok sosial dan ekonomi dan pemerintah Indonesia serta beragam badan yang terkait dengannya, sangat krusial dalam menentukan signifikan politik mereka. Sejauh bahwa LSM meningkatkan kapasitas bagi self-management di kalangan kelompok terbelakang, melengkapi kelompok tersebut dengan kemampuan beurusan dengan badan pemerintahan dan kekuatan lainnya secara lebih setara, pada dasarnya mereka berperan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat sipil vis-à-vis negara. Derajat otonomi tersebut tentu harus dipandang dalam batasan relatif, terutama dalam konteks Indonesia. Semua kelompok harus mengupayakan sejumlah modus vivendi.
LSM memiliki dampak langsung terhadap negara melalui pengaruhnya terhadap proses pembentukan kebijaksanaan pemerintah dan opini publik di berbagai sektor.


TERMINOLOGI
            Sebuah keputusan taktis diambil (1983), yakni meninggalkan kata Non Governmental Organization (NGO) untuk digantikan dengan istilah Lembaga Swadaya Masyarakat / Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LSM/LPSM). Dalam prakteknya, istilah NGO tetap banyak digunakan, baik karena kelaziman penggunaannya secara internasional maupun karena menekankan identitas pembeda dari pemerintahan.

PEMBANGUNAN DAN MOBILISASI
            Pada tahun-tahun terakhir ini semakin banyak perhatian diberikan pada usaha pengembangan masyarakat (community development) dan memobilisasi masyarakat dalam berbagai isu bercakupan luas yang berkaitan dengan ekologi dan hak asasi manusia, termasuk didalamnya persoalan status wanita, hak kaum tani, buruh tani, serta gelandangan terutama dalam hubungannya dengan kasus-kasus penggusuran dan perampasan tanah.

HUBUNGAN DENGAN PEMERINTAH DAN LINGKUP KEGIATAN LSM
            Meskipun terjalin kerjasama, pemerintah tetap berusaha mencegah bangkitnya keterlibatan masyarakat yang didasarkan pada kelompok yang secara murni mengandalkan kekuatan sendiri. Namun anjloknya harga minyak sejak 1985 telah mengeringkan sumber dana yang dikuasai pemerintah sehingga membuat LSM semakin menempati peran penengah dalam perancangan program, dalam mengidentifikasi dan memobilisasi kelompok masyarakat yang membutuhkan serta menyalurkan dana untuk kelompok-kelompok tersebut.

LSM DAN TUJUAN DEMOKRATISASI
            Barangkali keberhasilan utama dari LSM Indonesia di tingkat makro adalah kemampuan mereka mengangkat isu-isu yang lahir dari pengalaman lapangan ke tingkat yang lebih bergaung dalam agenda politik nasional. Namun demikian, pemerintah Indonesia tetap belum siap untuk mentolerir mobilisasi massa. Terlepas dari pengaruh pemerintah LSM Indonesia masih harus mengartikulasikan secara lebih jelas tujuan mereka untuk mencapai sasaran yang diharapkan.

STATUS HUKUM LSM/LPSM
            Ada anggapan kuat di luar Indonesia bahwa UU organisasi kemasyarakatan yang dikeluarkan 1985 akan sangat memukul otonomi LSM/LPSM. Pengaturan yang dikenakan terhadap LSM sebelum 1985 ditujukan terhadap penyaluran dana asing dengan LSM lokal sebagai pihak yang paling terpengaruh karena ketergantungan mereka pada bantuan asing tersebut. UU Keormasan memungkinkan pemerintah untuk menindak keras organisasi-organisasi yang aktivitasnya dinilai mengancam stabilitas dan kesatuan nasional. Namun demikian, sejalan dengan masih kaburnya pola pertanggungjawaban, LSM/LPSM tetap memiliki keleluasaan untuk memperoleh simpati dan perlindungan dari dalam birokrasi, mengupayakan penataan adhoc bersama pejabat lokal dengan formalitas hukum seminim mungkin.

OTONOMI VS KOOPTASI : UPAYA PENCARIAN MODEL
            Terdapat tiga jenis umum pendekatan yang dilakukan berbagai LSM/LPSM dalam hal penjalinan hubungan dengan pemerintah Indonesia :
1.    Pendekatan berlabel “Kerjasama Tingkat Tinggi : Pembangunan Akar Rumput” menekankan kerjasama dalam program-program pembangunan pemerintah dengan menyusupkan pengaruh terhadap rancangan maupun implementasi program-program tersebut.
Contoh : Bina Swadaya dan Yayasan Indonesia Sejahtera (YIS).
2.    Pendekatan sebagai “Politik Tingkat Tinggi : Mobilisasi Akar Rumput” merupakan pengembangan gagasan berdasarkan kerangka berpikir teori sosial secara radikal, yang digabung dengan  kritik lebih luas terhadap falsafah dan praktek orde baru.
Contoh : Lembaga Studi Pembangunan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), LP3ES, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
3.    Pendekatan sebagai “Penguatan di tingkat Akar Rumput” yang menekankan “peningkatan kesadaran” (consciousness raising) dan kesadaran akan hak daripada upaya mengubah kebijaksanaan, sambil mengupayakan formasi kelompok otonom tanpa pretense politis tertentu.
Contoh : Kelompok Studi Bantuan Hukum (KSBH) dan Masyarakat pinggir kali Gondolayu di Yogyakarta.

            Ketiga model tersebut pada dasarnya membawa sejumlah orientasi ke arah “penguatan” (empowerment) kelompok-kelompok kecil dalam arti mendorong kapasitas self-management dan melatih kader-kader dari kelompok sasaran yang dibutuhkan untuk menjalani keahlian yang diisyaratkan. Tujuan yang hendak dicapai mencakup : mengarahkan manfaat kebijaksanaan terutama terhadap kelompok-kelompok yang tertinggal dan terbelakang, penyertaan kelompok-kelompok masyarakat dalam program pemerintah, serta memberi ruang bagi kelompok-kelompok kecil untuk merancang program sendiri.

JARINGAN KERJA DAN PEMBENTUKAN KOALISI
            Tujuan utama jaringan kerja mencangkup pemberian fasilitas bagi pertukaran informasi, kooperasi dan gerakan bersama; negosiasi dngan lembaga donor asing dan sebagai saluran untuk penyebaran dana; serta mempertunjukkan kesatuan kekuatan pada saat berhadapan dengan pemerintah. Motif lebih jauh adalah untuk mendahului kemungkinan pembentukan organisasi-organisasi “payung” oleh pemerintah untuk mempersatukan berbagai organisasi yang telah ada di bawah kekuatan “pengarah” yang terkandung di dalam UU Keormasan. Untuk itu, LSM/LPSM telah membangun forum dan jaringan tersendiri tanpa peraturan formal, walaupun usaha untuk membangun organisasi nasional sejauh ini berakhir dengan kesia-siaan. Di pihak lain strategi seperti itu dapat merintangi evolusi struktur demokratis di dalam komunitas LSM. Kerjasama mereka dengan program- program pembangunan pemerintah sangat membantu proses pengabsahan komunitas LSM yang lebih luas dimata pemerintah, namun telah terbukti pula menjadi penyebab utama terkooptasinya mereka.
            Sementara gerakan LSM telah banyak menyumbang bagi penguatan proses demokratisasi di Indonesia, perluasan masyarakat mereka tergantung pada pencapaian : sintesa efektif antara corak gerakan “pembangunan” dan “mobilisasi”, interaksi antara aktivitas ditingkat mikro dan makro, rekonsiliasi dari perbedaan, terutama antara model LSM kedua dan ketiga, serta debirokratisasi yang lebih luas dari hubungan LSM/LPSM serta memadukan gerakan kooperatif dengan otonomi kelompok kecil. Pemahaman LSM terhadap peran Negara vis-à-vis masyarakat sipil akan sangat menentukan cara mereka mengatasi rangkaian masalah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

My Acta Diurna Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez