MANFAAT
KEARIFAN EKOLOGI TERHADAP PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
STUDI ETNOEKOLOGI DI KALANGAN
ORANG BIBOKI
Oleh : Yohanes Gabriel Amsikan
Pendahuluan
Kearifan ekologi yang dibicarakan di
sini meliputi bidang pertanian ladang berpindah, dalam perspektif etnoekologi.
Wilayah Biboki merupakan daerah sabana, yakni padang rumput yang luas diselingi
belukar yang tidak begitu lebat.
Metode
Penelitian
Penelitian lapangan (field work) ini
dilakukan secara kualitatf (Alausuutari 1995) dan etnografi (Spradley 1972).
Hal ini berarti kenyataan yang diberi makna oleh masyarakat dicoba dilihat
secara emik dari kacamata masyarakat yang diteliti dan etik, yaitu dari
kacamata peneliti (Putra 1994).
Hasil
dan Pembahasan
Dipandang dari aspek mata
pencaharian orang Biboki yang hampir seluruhnya adalah kegiatan
pertanian, maka terdapat cukup alasan untuk mengkaji kearifan ekonologi dalam
konteks sejumlah pengetahuan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut sebab dari
aneka ragam pengetahuan tersebut dapat diperoleh informasi mengenai pola
adaptasi ekologis yang dimilikinya, yang sejauh ini memainkan peranan yang
penting dalam keberhasilan kegiatan pertanian mereka.
Simpulan
Studi etnoekologis mengenai sistem
pertanian perladangan untuk menguak kearifan ekologi orang Biboki memberikan
sejumlah informasi, seperti berikut :
Pertama,
kenyataannya bahwa lingkungan alam seperti tanah, hutan dan air perlu
dijaga agar tetap memberikan hasil yang memadai setiap kali diolah. Pandangan
ini tidak saja dimiliki oleh masyarakat Biboki, tetapi juga orang luar Biboki,
termasuk pemerintah setempat.
Kedua, selain persamaan, terdapat pula perbedaan. Bagi pemerintah, tanah, yang masih banyak belukar atau
hutannya, berguna untuk menjaga kesuburan tanah dan menjadi tempat berlindung
margasatwa, sedangkan orang Biboki
beranggapan bahwa selama tanah masih menumbuhkan tanaman yang sehat hingga masa
panen, selama tanah masih memberikan rezeki kepada mereka, mereka tetap yakin
bahwa keadaan tanah masih baik, keadaan lingkunga mereka masih layak huni.
Ketiga,
orang Biboki memiliki pola perilaku yang berbeda, karena mereka memiliki
pemahaman yang berbeda dengan pemerintah mengenai lingkungan. Kedekatan mereka
dengan lingkungannya membuat mereka mengetahui dengan jelas klasifikasi tanah
yang layak untuk ditempati, untuk ladang, kandang, dan lain-lain. Kearifan
ekologi ini jelas berbeda dengan pemerintah yang mendasarkan pemikirannya pada
temuan-temuan ilmiah mengenai kerusakan alam yang ditentukan antara lan melalui
ukuran fisik dan biologis.
Dari temuan-temuan di atas, maka
dapat dimengerti bagaimana himbauan-himbauan untuk melestarikan alam
“gagal” di tanggapi oleh orang Biboki.
Guna menghindari sikap etnosentris, peneliti perlu memperhatikan gagasan dari
sudut pandangan orang lain, terutama masyarakat yang diteliti. Dengan demikian,
dapat terjadi perpaduan sudut pandang antara peneliti dan masyarakat yang
diteliti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar