Yummy Cupcake

Sabtu, 07 September 2013

Resume Sosiologi Umum TPB : SALURAN PEMERATAAN INFORMASI DI PEDESAAN : KORAN MASUK DESA ATAU JARINGAN KOMUNIKASI SOSIAL ?

SALURAN PEMERATAAN INFORMASI DI PEDESAAN : KORAN
MASUK DESA ATAU JARINGAN KOMUNIKASI SOSIAL ?
Oleh : M. Alwi Dahlan

            Saluran informasi untuk masyarakat pedesaan sekarang bertambah sebuah lagi. Surat kabar yang selama ini merupakan media yang terutama tertuju untuk daerah perkotaan, akan mengembangkan sayapnya ke desa mulai tahun ini dengan Proyek Koran Masuk Desa (KMD). Rencana ini sangat menarik jika diingat bahwa KMD bukanlah sarana komunikasi yang pertama yang sengaja diarahkan untuk membawa informasi pembangunan ke desa-desa. Sarana baru yang paling menonjol tentunya televisi; dalam waktu relatif singkat medium ini telah menyebar ke seluruh pelosok berkat SKSD Palapa dan pesawat TV umum, radio dan kaset pun tidak kalah cepat pertumbuhannya. Di samping itu terdapat kegiatan-kegiatan informasi baru yang diorganisir untuk mempercepat pengaruh komunikasi, termasuk pula adaptasi atau pemanfaatan pranata-pranata tradisional. Demikian banyaknya saluran dan kesempatan komunikasi ke desa, sehingga di sana-sini kedengaran bahwa desa telah “kebanjiran informasi”.

PEMERATAAN PERS
            Banyak yang ingin dicapai dan dijangkau oleh Koran Masuk Desa, tetapi konstelasi komunikasi pedesaan secara keseluruhannya rupanya belum menjadi pertimbangan yang mendalam. Jelas terlihat bahwa tujuan KMD yang utama adalah pengembangan industri pers itu sendiri dan pemerataan yang dimaksud diarahkan pada kesempatan di bidang tersebut. Sementara itu ada berbagai hambatan yang digolongkan kepada masalah-masalah “pemerataan kemampuan”. Misalnya, sebagian biaya KMD mungkin lebih mahal per unit koran dibanding dengan ongkos pers kota. Dengan demikian harga KMD sampai di tempat tidak akan begitu murah menurut ukuran kantong desa. Ada juga masalah kemampuan baca dan sementara itu tidak dapat dilupakan adanya persaingan berat dari media lain yang telah masuk ke desa. Jika dihadapkan pada pilihan antara media baca dengan televisi atau radio, maka orang akan cenderung memilih media elektronik yang lebih mudah-apalagi kalau media mudah tersebut juga murah, bahkan gratis.

SASARAN MANA ?
            Meskipun dihadapkan kepada segala masalah ini, KMD sebenarnya tetap mempunyai prospek untuk berhasil sampai ke tingkatan tertentu. Dari sudut lain, pengalaman juga menunjukkan bahwa usaha penyebaran KMD belum tentu dapat mencapai hasil yang serupa di semua tempat. Ini menunjukkan bahwa orientasi pemerataan secara geografis (perluasan wilayah) saja tidak dengan sendirinya membawa penambahan penyebaran-apalagi pemeretaan informasi yang didengung-dengungkan. Pemerataan informai mempunyai cakupan yang lebih luas, sasaran yang jauh berbeda serta tujuan akhir yang lebih jauh dari sekedar penyetoran fisik atau kuantatif. Sasaran ini lebih luas dari sasaran khalayak KMD. KMD tertuju kepada orang yang banyak-sedikitnya telah mempunyai kemampuan dasar, baik dalam arti kata ekonomi maupun dalam penyerapan informasi.

ELITE INFORMASI
            Perubahan terdahulu memberikan kesan yang kuat bahwa kehidupan KMD akan berkisar terutama di seputar semacam “elite informasi” desa, yaitu mereka yang mampu mempunyai akses terhadap KMD karena kekuatan ekonomi atau status posisi yang mereka duduki. Kesan ini makin kuat jika diingat bahwa sebagian dari elite ini bertindak pula sebagai “penguasa informasi” yang menentukan ruang gerak dan kehidupan KMD. Dapat dikatakan bahwa KMD memperkuat elite informasi, bahkan melahirkan elite penguasa informasi. Terpusatnya peredaran KMD ke tangan segolongan masyarakat tidak dengan sendirinya berarti tidak baik. Sebagai umumnya pendekatan komunikasi pembangunan yang lainnya di Indonesia, KMD juga bertolak dari model komunikasi dua langkah (two step flow) atau berlangkah ganda yang pada dasarnya menyatakan bahwa arus informasi mengalir “dari media ke para pemuka pendapat dan dari mereka itu ke bagian-bagian masyarakat yang kurang aktif”. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa elite menahan informasi yang relevan sampai kepadanya. Malahan bimbingan dan penyuluhan pun banyak yang hanya berhenti sampai kepada kalangan yang terbatas ini yang kehidupannya sudah baik juga seperti petani kaya. Mereka yang tergolong benar-benar miskin kelihatannya sangat jarang terjangkau. Lebih dari itu, informasi dan inovasi baru kadang-kadang dipergunakan hanya untuk keuntungan sendiri dengan cara yang merugikan orang lain, termasuk yang miskin. Masalah seperti ini adalah lazim dalam tata penyaluran informasi. Sebagai akibatnya, selalu terdapat kecenderungan untuk menahan dan mempergunakan informasi yang bernilai tinggi untuk kepentingan sendiri.

ALTERNATIF JALUR

            Dari gambaran ini tampak bahwa pemasukan informasi bagi elite tidak dapat dianggap sebagai pemerataan kepada rakyat banyak. Disamping itu, jaringan sosial elite biasanya tidak sampai ke bawah atau berbeda dengan jaringan di lapisan tersebut. Sebagai akibat dari semua ini ketimpangan informasi (communication effect gap) antara elite dengan golongan-golongan yang lebih miskin menjadi lebih besar. Ketimpangan ini agaknya paling kentara pada golongan yang miskin strukturalnya yang barangkali berada di bawah ”garis kemiskinan informasi”. Persoalan menjadi kritis karena informasi yang langka bukan hanya informasi yang telah “ditahan” oleh orang yang lebih mampu atau yang dapat meningkatkan taraf hidupnya tetapi juga yang diperlukan untuk sekedar mempertahankan tingkat yang ada. Karena itu pemecahan masalah betul-betul harus ditujukan ke jaringan-jaringan lokal yang berbeda pula bentuknya dari tempat ke tempat. Metodologi untuk menemukan jaringan-jaringan ini tersedia, tetapi usahanya memerlukan ketekunan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

My Acta Diurna Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez