Yummy Cupcake

Kamis, 18 Oktober 2012

Resume Sosiologi Umum TPB : SISTEM BAGI HASIL DI JAWA TENGAH "Penelitian Hukum Pemilikan Tanah di Sebuah Daerah Pertanian yang Penduduknya Sangat Padat"


SISTEM BAGI HASIL DI JAWA TENGAH
Penelitian Hukum Pemilikan Tanah di Sebuah Daerah 
Pertanian yang Penduduknya Sangat Padat
Oleh : Warner Roell

            Sistem bagi hasil (bagi garap) mempunyai arti penting dalam pertanian di Indonesia. Meskipun mengolah sendiri tanah pertanian diharuskan oleh Undang-Undang Agraria Tahun 1990, namun di Jawa Tengah masih terdapat 24% pengolah tanah oleh orang lain. Keanekaragaman hubungan penggarapan di pemukiman di Jawa, dengan sistem bagi hasil (penggarapan) merupakan elemen penting dalam ekonomi pertanian di Jawa Tengah.
Studi perbandingan dilakukan di Desa Sukohardjo di dekatnya. Sistem bagi hasil yang berlaku disana dan masalah yang muncul dari sistem ini disebabkan oleh makin buruknya struktur sosio-ekonomi, usaha transmigrasi yang dihambat oleh masalah keuangan, teknik-organisasi dan sosial-psikologi, yang mengakibatkan perkembangan kepadatan penduduk sangat tinggi serta kesempatan kerja di sektor industri yang sedikit dan makin berkurang dikarenakan penghancuran beberapa usaha perkebunan Belanda pada masa pendudukan Jepang. Sistem bagi garap yang menyebar luas merupakan pencerminan kekurangan tanah yang bisa terlihat jelas dan tidak adanya peluang pekerjaan alternatif. Si penggarap terutama dari kelompok sosial pedesaan bawah, terdiri dari (Pe)tani setengah kenceng, (Pe)tani ngidung, (Pe)tani temple, dan (Pe)tani tlosor. Mereka kebanyakan memiliki pondok sederhana dari bambu dengan pekarangan kecil dan hanya memiliki peralatan sederhana seperti cangkul, bajak kayu, terkecuali tenaga kerjanya. Kerbau untuk membajak yang merupakan ciri utama dari kekayaan, umumya tidak mereka miliki.

BENTUK-BENTUK DASAR BAGI HASIL
            Yang paling sering digunakan dalam daerah penelitian adalah bentuk-bentuk dasar bagi hasil sebagai berikut :
1.      Sistem maro (garap separuh, bagi separuh)
2.      Sistem mertelu (bagi tiga garapan, bagi tiga hasil )
3.      Sistem mrapat (bagi empat garapan, bagi empat hasil)

Situasi sosial ekonomi penggarap yang sudah sulit semakin diperburuk terutama dengan penyediaan sromo. Ini adalah pembayaran tambahan uang oleh penggarap kepada pemilik tanah sebelum memulai penggarapan. Tingginya sromo dihitung berdasarkan kualitas tanah, masa penggarapan, situasi pasar, gerak harga dan sebagainya. Secara resmi pembayaran-pembayaran tambahan demikian dilarang dalam Undang-Undang sistem penggarapan tahun 1960. Akibat kelemahan struktur sosio-ekonomi dan kuatnya posisi pemilik meskipun lahan pertaniannya relatif kecil, menyebabkan pemilik tetap bisa menerima imbalan tambahan tersebut. Di samping itu pengambilan kredit untuk tujuan yang murni konsumtif, menyebabkan penggarap terjerat hutang.
Kesepakatan yang dikenal di daerah persawahan di Asia Tenggara menyebabkan dilakukan praktek transaksi tebasan dan ijon yang sebenarnya dilarang. Hal ini mencangkup pengurangan bagian hasil sebelum panen oleh si penghutang kepada si pemberi kredit dengan persyaratan yang umumya jauh lebih baik buruk dibandingkan  pada penjualan bebas. Dengan jenis peminjaman ini jarang yang bersangkutan kehilangan sebagian besar produk hasilnya, namun diperburuk dengan beban hutang dan semakin kuatnya keterikatan pada pemberi pinjaman yang mengawasi bagian panen yang tidak kecil. Sifat parasit sebagian dari sistem bagi hasil memperlihatkan adanya kelompok yang kegiatannya sebagian besar hanya didasarkan pada pertimbangan keuntungan semata.
Demi perbaikan kepentingan sosial yang dibutuhkan, maka harus dilakukan penghapusan situasi buruk sistem bagi hasil di Jawa. Pertumbuhan penduduk yang pesat, pembagian tanah yang tidak seimbang, pengambilan panen yang berlebihan, pembentukan modal yang terus menerus tidak tercapai, tidak adanya cadangan tanah, mobilitas tanah yang rendah dan sebagainya,  menghalangi peningkatan ekonomi dan sosial para penggarap sekaligus merugikan dalam hukum pertanian di Jawa.
Usaha-usaha pembangunan  ekonomi yang semakin meningkat dari tahun-tahun terakhir dirancang serasi dalam bidang pertanian, bidang politik kependudukan, usaha industrial dan infrastruktur terus diupayakan. Sejak tahun 1965 masalah sistem bagi hasil yang peka bahkan tabu dalam perdebatan politik, karena dipergunakan sebagai alat agitasi politik oleh partai komunis dimasa lampau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

My Acta Diurna Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez